Pesona wisata alam yang ada di Provinsi Aceh memang sangat diminati oleh wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Provinsi aceh dikenal sebagai Kota Serambi Mekkah, karena dikenal dengan Islam di masa lalu dan melimpahnya pendidikan Islam di daerah ini. Selain itu, daerah ini merupakan bagian dari kerajaan Islam awal di Nusantara yang secara historis dikenal sebagai Kerajaan Samudera Pasai. Sebenarnya Aceh memiliki banyak potensi wisata yang terus dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh. Ada ungkapan terkenal dari promosi Aceh, dimana slogan ini dipopulerkan oleh pemerintah asal-asalan, yaitu “The Light of Aceh”. Pasca Tsunami yang melanda wilayah Aceh, pemerintah terus membangun untuk membangun kembali perekonomian Aceh yang sempat terpuruk pasca Tsunami.
Potensi pariwisata Aceh sebenarnya sangat besar, sehingga pemerintah melihatnya sebagai peluang yang menjanjikan. Pada postingan kali ini, penulis ingin mendeskripsikan tempat wisata terkenal dan terbaik di Aceh. Beberapa tempat wisata yang sering dikunjungi adalah sebagai berikut:
1. Masjid Raya Baiturrahman
Jika ada tempat yang wajib Anda kunjungi saat berkunjung ke Banda Aceh, yaitu Masjid Raya Baiturrahman. Ini adalah situs sejarah yang sudah ada sejak zaman kejayaan Kesultanan Aceh dan masih bertahan hingga saat ini. Masjid ini telah melalui berbagai hal, mulai dari tragedi pembakaran oleh kolonial Belanda pada tahun 1873 hingga bencana tsunami pada akhir tahun 2004. Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh merupakan salah satu destinasi wisata religi favorit para wisatawan di Kota Banda Aceh. Masjid bersejarah ini tidak hanya menjadi ikon Serambi Mekah, tetapi juga menjadi simbol perjuangan dan penyebaran Islam di Indonesia hingga jazirah Asia Tenggara.
Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun pada era Kesultanan Aceh. Atap masjid ini dibuat sesuai dengan karakteristik masjid-masjid di Indonesia saat itu, atap limas memiliki empat lapis. Arsitektur masjid secara keseluruhan merupakan kombinasi gaya sejumlah negara. Gerbang utama yang menyerupai gaya rumah klasik Belanda ini berada tepat di depan pintu utama yang dibatasi oleh serambi bergaya arsitektur masjid-masjid di Spanyol. Pintu yang menjadi sekat menuju ruang utama masjid ini bergaya arsitektur India kuno.
Memasuki ruang utama masjid, Anda akan melihat hamparan ruang yang luas dengan lantai marmer putih dari Italia. Ruang utama juga dipenuhi pilar-pilar berwarna putih dengan sedikit aksen dekoratif di bagian bawah. Warna putih ini membuat ruang utama terkesan lebih luas. Interior kubah utama yang berada tepat di tengah ruang utama dilengkapi dengan lampu gantung yang berisi 17 titik penerangan. Lampu gantung hias juga terlihat di mihrab masjid, tepat di titik tengah bagian depan ruangan.
Fungsi masjid saat ini semakin berkembang seiring dengan penerapan syariat Islam di Nangroe Aceh Darussalam. Tidak hanya sebagai tempat ibadah dan pendidikan agama, kini Masjid Raya Baiturrahman juga dijadikan sebagai media untuk mengembangkan potensi sosial.
2. Museum Tsunami Aceh
Museum Tsunami Aceh merupakan salah satu tempat wisata di Aceh yang wajib dikunjungi wisatawan saat menghabiskan waktu di provinsi Aceh. Museum ini merupakan monumen untuk memperingati gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Dimana banyak korban jiwa saat itu. Gedung yang terletak di Kota Banda Aceh ini menyimpan berbagai benda yang menggambarkan betapa dahsyatnya bencana itu, sekaligus menjadi pusat pendidikan dan evakuasi jika bencana tsunami kembali terjadi.
Museum ini hadir untuk menambah berbagai pilihan tempat wisata di Aceh yang sudah ada sebelumnya. Museum tsunami ini terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda dekat Simpang Jam dan di seberang Lapangan Blang Padang Kota Banda Aceh dan diresmikan pada Februari 2008. Tujuan dibangunnya museum ini adalah untuk memperingati gempa bumi yang menyebabkan tsunami tahun 2004, selain itu juga untuk juga sebagai pusat pendidikan dan sebagai pusat evakuasi jika terjadi bencana tsunami lagi.
Gedung museum ini dirancang oleh dosen arsitektur ITB Bandung, M. Ridwan Kamil. Perancangan yang bertajuk Rumoh Aceh As Escape Hill ini mengambil ide dasar dari rumoh Aceh yaitu rumah adat Aceh berbentuk rumah panggung. Museum ini dibangun dengan dana sekitar Rp. 70 milyar dan memiliki 2 lantai. Lantai 1 merupakan area terbuka yang dapat dilihat dari luar dan fungsinya sebagai tempat untuk memperingati peristiwa tsunami.
Di lantai 1 terdapat beberapa ruangan yang berisi jejak tsunami 2004. Ini termasuk ruang pameran tsunami, pra-tsunami, tsunami dan pasca-tsunami. Selain itu, beberapa gambar kejadian tsunami, artefak jejak tsunami, dan diorama juga ada di lantai ini. Salah satunya adalah diorama kapal nelayan yang diterjang tsunami dan diorama kapal PLTD Apung yang terdampar di Punge Blang Cut. Sedangkan di lantai 2 museum berisi media pembelajaran berupa perpustakaan, ruang alat peraga, ruang 4D (empat dimensi), dan toko souvenir. Setiap hari museum ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Museum Tsunami buka setiap hari (kecuali hari Jumat) pada pukul 09.00-12.00 dan pukul 14.00-16.00 WIB. Museum Tsunami Aceh saat ini menerapkan tiket masuk.
Saat memasuki museum, para penjelajah akan menemukan gang sempit dengan air terjun yang mengeluarkan suara gemuruh di kedua sisinya seolah mengingatkan dahsyatnya gelombang tsunami. Museum ini juga menampilkan simulasi elektronik gempa bumi Samudra Hindia 2004, foto-foto korban dan kisah para penyintas, ruang pameran sementara. +Lokasi museum sangat mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan umum maupun pribadi. Jika para pencari ingin mengunjungi museum ini, terlebih dahulu harus menemukan Lapangan Blang Padang yang terletak di kompleks pemakaman Kerkhof Peucut karena lokasi museum ini berada tepat di seberangnya.
3. Lampulo Aceh Tsunami Ship Monument
Jika Anda berkunjung ke Banda Aceh yang terkenal dengan sebutan tanah Rencong (sebutan bagi para sejarawan), jangan lupa untuk mengunjungi Desa Wisata Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Desa ini merupakan salah satu tempat wisata di Banda Aceh yang menarik untuk dikunjungi karena terdapat kapal yang berdiri di atas rumah warga.
Kapal ini memang tidak sengaja ditempatkan demikian, namun ini adalah bukti keganasan Tsunami yang meluluhlantahkan seluruh rumah dan infrastruktur, termasuk di Kota Banda Aceh, serta kapal yang terdampar yang terbawa ombak kuat ke permukaan dan tersangkut. di atap salah satu rumah warga. Kapal besar bisa tersangkut di rumah penduduk. Kini rumah dan kapal tersebut menjadi objek wisata sejarah yang dijaga dengan baik. Bahkan di bagian depannya terdapat informasi lengkap yang bisa dibaca oleh wisatawan yang datang. Benda tersebut dikenal sebagai kapal atau perahu di rumah Lampulo yang terletak di Jalan Tanjung, Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Untuk menuju kesana, dari pusat kota Banda Aceh dibutuhkan waktu sekitar 20 menit jika menggunakan sepeda motor. Sebuah perahu besar muncul di atas rumah, pengunjung juga bisa melihat ruangan yang ada di dalam rumah tersebut, meski kondisinya tidak utuh karena telah diterjang Tsunami. Ada pula nama-nama warga Lampulo yang tewas dalam bencana alam itu, yang terpampang di dinding rumah. Kemudian juga dibangun jalan seperti jembatan dengan ketinggian kurang lebih lima meter, tujuannya agar pengunjung dapat melihat kapal dari jarak yang lebih dekat. Kapal kayu dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter serta berat 20 ton itu kini telah dicat dengan kombinasi warna biru, merah, putih dan hitam di beberapa sisinya. Untuk diketahui, kapal tersebut mendarat di rumah keluarga pasangan Misbah dan Abbasiyah. Sebelum bencana besar terjadi, kapal kayu tersebut berada di sungai Krueng Aceh di area docking kapal.
Pengunjung yang datang ke tempat tersebut, tidak perlu khawatir dengan fasilitas. Karena ada mushola, tempat parkir dan toilet serta penjual souvenir. Jadwal kunjungan dibuka mulai pukul 08.00 WIB hingga 12.00 WIB untuk sesi pagi. Sedangkan sore hari mulai pukul 14.00 hingga 18.00 WIB. Khusus untuk sesi Jumat pagi buka mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB.
4. Tugu Kilometer Nol Indonesia
Tugu Nol Kilometer Republik Indonesia atau biasa disebut Tugu Nol Kilometer merupakan penanda geografis yang unik di Indonesia. Hal ini terkait perannya sebagai simbol perekat nusantara dari Sabang di Aceh hingga Merauke di Papua. Monumen ini tidak hanya menjadi penanda ujung terjauh Indonesia bagian barat, tetapi juga menjadi objek wisata sejarah bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dahulu, sejarah Tugu Sabang 0 Kilometer merupakan kawasan yang tidak terawat. Tempat itu penuh dengan monyet. Hewan-hewan ini selalu menyambut wisatawan yang datang, meminta makanan kepada pengunjung, sehingga pengunjung Tugu Nol Kilometer menyediakan makanan ringan untuk mereka, hal ini membuat kawasan Tugu terlihat kotor, Melihat kondisi situs wisata sejarah Tugu 0 Kilometer Sabang yang kurang terawat , pemerintah melakukan gerakan renovasi pada bangunan tersebut. Proses renovasi dilakukan cukup lama karena pengelola wisata juga sedang memperbaiki kerusakan di sekitar monumen.
Selesai renovasi gedung Tugu 0 Kilometer diresmikan pada tanggal 9 September 1997 oleh Presiden Try Sutrisno. Pak Try Sutrisno meresmikan peresmian Tugu 0 Kilometer dengan menandatangani tiang bundar. Letak pilar tersebut berada di lantai satu bangunan tugu. Untuk menuju monumen ini Anda harus membeli tiket penyeberangan Banda Aceh – Sabang dengan kapal cepat yang dijual dalam tiga kelas, Bisnis Rp 65.000, Eksekutif Rp 75.000, dan VIP Rp 95.000. (harga dapat berubah sesuai dengan kondisi ekonomi). Penumpang kelas bisnis duduk di dek yang tidak ber-AC. Sedangkan penumpang kelas Eksekutif dan VIP sama-sama ditempatkan di ruangan ber-AC, namun di ruangan yang berbeda. Kursi kelas VIP lebih nyaman dan dengan ruang kaki yang lebih luas. Penumpang dapat naik ke dek kapal untuk melihat pemandangan.
Lokasi monumen ini berada di kawasan Hutan Wisata Sabang, tepatnya di Desa Iboih Ujong Ba'u, Kecamatan Sukakarya, Sabang. Terletak di sebelah barat Kota Sabang, kurang lebih 29 kilometer atau memakan waktu sekitar 40 menit berkendara. Pesona keindahan sejarah Tugu 0 Kilometer Sabang terletak pada bangunan tugu yang begitu asri dan kokoh. Pesona keindahan monumen tampaknya mampu menarik wisatawan untuk berjalan memasuki bangunan tua tersebut.
Monumen ini merupakan bangunan bercat putih dengan ketinggian sekitar 43,6 meter di atas permukaan laut. Monumen dicat putih dan bagian atas lingkaran menyempit seperti mata bor. Bagian atas monumen ini adalah patung burung Garuda memegang angka nol, disertai dengan prasasti marmer hitam yang menunjukkan posisi geografisnya. Rencong yang merupakan senjata khas Aceh juga terdapat pada tugu tersebut sebagai simbol perjuangan rakyat Aceh dalam memerdekakan Indonesia.
Di lantai satu tugu terdapat tiang berbentuk bulat dan terdapat prasasti peresmian tugu yang ditandatangani oleh Wakil Presiden, Try Sutrisno, pada tanggal 9 September 1997. Di lantai ini juga terdapat beton persegi empat tempat dua buah prasasti. terlampir yaitu prasasti pertama yang ditandatangani oleh Menteri Riset dan Teknologi BJ. Habibie 24 September 1997. Dalam prasasti tersebut tertulis bahwa penentuan letak geografis Indonesia diukur oleh para ahli Teknologi BPP dengan menggunakan teknologi Global Positioning System (GPS).